Makna Masa Depan Untuk Pengembangan Diri Pelajar Indonesia
Apa yang yang terbersit dalam pikiran Anda ketika mendengar atau menyebut kata masa depan. Pernahkah anda sejenak memikirkan apa sih masa depan itu? Dalam buku Peta Masa DepanKu, penulisnya menyederhanakan makna masa depan secara kuantitatif, yakni satuan waktu pada tiga, lima atau delapan tahun dari sekarang. Angka tersebut sebenarnya tidak penting karena angka yang sesungguhnya bisa bermacam-macam.
Untuk anak Taman Kanak-Kanak, maka satuan waktu masa depan yang lebih cocok adalah 20, 25, atau 30 tahun. Bagi anak jenjang pendidikan Menengah Atas atau Aliyah maka satuan waktu masa depan secara kuantitatif adalah 5 atau 10 tahun. Lagi-lagi angka tersebut hanyalah sebuah pendekatan untuk lebih eksak menerjemahkan makna masa depan.
Lalu apa artinya angka reflektif tersebut?
Secara matematik, kita dapat menghitung usia seorang anak (pelajar) SMA, SMK, atau Aliyah, berdasarkan angka tersebut adalah 27 29 tahun (17 s/d19 tambah 10 tahun). Pada usia tersebut, pelajar tersebut sudah berada di suatu zaman yang berbeda dengan zaman sekarang. Secara fisik, psikis dan biologis dia tentu lebih matang, dan dewasa.
Secara sosial dia tentu menghadapi tantangan, tanggung jawab, tuntutan peran sosial-politik yang lebih realistik dan lebih berat. Secara politik, dia (mereka) dapat mempengaruhi praktek kehidupan bermasyarkat dan bernegara. Secara bisnis, dia (mereka) dapat menjadi aktor utama kehidupan perekonomian baik dalam tataran domestik ataupun pada tataran global.
Secara sosial dia tentu menghadapi tantangan, tanggung jawab, tuntutan peran sosial-politik yang lebih realistik dan lebih berat. Secara politik, dia (mereka) dapat mempengaruhi praktek kehidupan bermasyarkat dan bernegara. Secara bisnis, dia (mereka) dapat menjadi aktor utama kehidupan perekonomian baik dalam tataran domestik ataupun pada tataran global.
Analisa di atas tentu sangat penting untuk disadari (pludge to) oleh para pelajar dan orang tua, serta para pendidik. Karena implikasi dari kesadaran pada hal tersebut akan melahirkan sikap dan perilaku yang antisipatif dan peduli terhadap masa depan.
Artinya, masa depan itu dimulai dari sekarang. Tentu, sangat tidak bijaksana kalau kita memikirkan apa peran dan status masa depan ketika kita sudah berada di sana. Seorang pelajar TIDAK harus MENUNGGU sampai ia berusia 29 tahun (mungkin itu terlalu lama) untuk memikirkan apa dan bagaimana dirinya pada usia tersebut.
Dalam konteks inilah, pendidikan mesti intervensi. Anak-anak yang bersekolah pada berbagai jenjang pendidikan, harus memiliki arah dan orientasi (PETA) masa depan yang realistik.
Komentar
Posting Komentar